Friday, July 25, 2008

Rasa Percaya Diri Anak adalah pantulan Pola Asuh Orang Tuanya.

Ditayang ulang dalam rangka Hari Anak Indonesia.... Selamat Hari Anak Indonesia.... Melalui Anak Kita Belajar Mengenai Ketulusan..

Bicara tentang anak, memang tidak ada habisnya. Dari sekian banyak penanganan klien yang saya garap baik di LPT UI maupun di klinik pribadi saya di Kebayoran Baru, hampir separuhnya adalah berupa Terapi Keluarga, sehubungan dengan problem seputar anak. Dalam hal ini saya tidak akan membatasi dengan anak usia tertentu, karena tentu berbeda penanganan anak balita, usia sekolah, usia puber, usia remaja, dan usia dewasa dini. Namun apabila saya mengatakan pola asuh, maka pola asuh yang dimaksud adalah pola asuh di usia awal anak, yaitu di usia sekolah sampai usia puber. Setelah itu, biasanya pada usia remaja, anak akan banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya (sekolah dan lingkungan lainnya). Sedangkan dalam menggunakan istilah Self Esteem (Harga Diri), saya merujuk pada anak-anak pada usia sekolah, puber, dan remaja.

Kita tahu, bahwa persoalan anak adalah persoalan orang tua juga, dan persoalan keluarga. Anak yang bermasalah akan mempengaruhi keseluruhan system keluarga, sebaliknya, keseluruhan system keluarga juga dapat berkontribusi terhadap persoalan pada anak.

Sebagai contoh, anak yang suka berbohong akan membuat orang tua menjadi pemarah, menjadi tidak akur satu dengan lainnya, akan menjadi contoh buruk pada adiknya, serta mengakibatkan suasana tidak nyaman di rumah. Persoalan satu anak membuat suasana yang berbeda di dalam keluarga. Sebaliknya, anak yang berbohong juga bisa berasal dari system keluarga yang tidak membuatnya nyaman. Mungkin tekanan yang berlebihan ataupun pengharapan yang terlalu tinggi melampaui kapasitas kemampuan anak, membuat anak memilih untuk berbohong daripada mengakui rapornya buruk, misalnya.

Dalam hal yang terakhir ini, yaitu pengaruh system keluarga pada anak, kita mengenal apa yang disebut Pola Asuh orang tua. Pola asuh orang tua ini sangat mempengaruhi bagaimana kelak anak berperilaku, bentuk-bentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Pola asuh anak juga akan mempengaruhi Self Esteem atau harga dirinya di kemudian hari.

Self Esteem adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang berkembang dari feeling of belonging (perasaan diterima oleh kelompok sosialnya), feeling competent (perasaan efisien, produktif) dan feeling worthwhile (perasaan berharga, cantik, pandai, baik) (Felker, 1998). Jadi Harga diri seseorang bisa dikatakan baik apabila ia merasa diterima oleh kelompok sosialnya, merasa mampu dan merasa berharga.

Hal-hal ini adalah yang diinginkan oleh setiap orang tua pada anaknya. Setiap orang tua yang merasa memiliki anak-anak dengan perasaan tersebut di atas tentu bangga dan rasanya tidak sia-sia membesarkannya dan rasanya apa yang telah diperbuatnya kepada anak memang adalah hal yang benar.

Namun seringkali orang tua berperilaku sebaliknya. Artinya, ia baru merasa bangga pada anaknya apabila anaknya diterima oleh kelompoknya, kompeten kalau bisa dalam segala bidang, dan punya nilai lebih dimata orang lain seperti cantik, pintar, mahir dalam melakukan sesuatu dst. Hal ini biasanya bukanlah menambah rasa harga diri anak, melainkan justru seringkali merupakan ‘alat ampuh’ untuk mematikan harga diri anak. Karena tanpa hal-hal tersebut maka si anak tidak pantas memiliki harga diri. Padahal harga diri si anak justru berkembang dari bagaimana perlakuan orang tua terhadap anaknya. Sehingga yang terpenting adalah perasaan diterima, perasaan kompeten dan perasaan berharga dari si anak itu sendiri terhadap dirinya, dan bukan dari orang tuanya.

Anak perlu diajarkan untuk memiliki self confidence (rasa percaya diri) yaitu mempunyai perasaan yang teguh pada pendiriannya, tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam mencari jalan keluar dan ambisi dalam mencapai sesuatu. Ia juga perlu diajarkan untuk mempunyai self respect (hormat pada diri sendiri), yaitu mempunyai perasaan yang konstruktif, hormat pada orang lain, dan bersyukur pada apa yang dimilikinya.

Berbagai cara dapat diupayakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri serta rasa hormat diri pada anak ini oleh orang tua. Diantaranya adalah dengan mendorongnya untuk selalu berupaya, menerima kelebihan dan kekurangannya, dan memberikannya pujian dan hadiah pada perilakunya yang mengarah pada rasa percaya diri dan rasa hormat dirinya tersebut.

Menurut Papalia & Olds (1993), ada beberapa karakteristik orang tua yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan harga diri anak. Menurut mereka, orang tua yang hangat, responsive dan memiliki harapan-harapan yang realistik akan meningkatkan harga diri anak, sedangkan orang tua yang perfeksionis, suka mengkritik, terlalu mengontrol atau terlalu melindungi, memanjakan, mengabaikan, serta tidak memberikan batasan-batasan atau aturan-aturan yang jelas dan konsisten akan menurunkan tingkat harga diri anak.

Sayangnya, banyak orang tua yang merasa bangga bahwa dirinya perfeksionis apabila berhadapan dengan anak, seolah-olah ia bertindak secara lebih baik daripada orang lain. Disamping itu, juga sangat banyak kita melihat orang tua yang sangat gemar mengkritik anak, walaupun dirinya juga jauh dari sempurna. Juga banyak sekali orang tua yang terlalu melindungi anak, memanjakannya dengan berlimpah mainan dan hadiah dari ponsel, Ipod, sampai Play Station yang canggih2. Namun juga tidak jarang kita melihat orang tua yang mengabaikan anaknya, terlalu sibuk dengan urusan sendiri, dan tidak memberikan arahan-arahan yang jelas kepada anak sehingga anak bingung apa yang seharusnya dilakukannya.

Hal ini semua berkaitan dengan pola asuh orang tua.

Pola Asuh Orang Tua.
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negative maupun positif.
Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua:

  1. Pola asuh Demokratis
  2. Pola asuh Otoriter
  3. Pola asuh Permisif
  4. Pola asuh Penelantar.

Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh otoriter sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh Permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

Pola asuh tipe yang terakhir adalah tipe Penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

Dari penjelasan tentang pola-asuh-pola asuh orang tua tersebut di atas, jelaslah bahwa tipe yang paling baik adalah tipe pola asuh Demokratis. Sedangkan pola asuh otoriter, permisif dan penelantar hanya akan memberikan dampak buruk pada anak.

Karakteristik-karakteristik Anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua.

Apa kira-kira dampak pola asuh tersebut pada anak? Berikut adalah karakteristik-karakteristik anak dengan pola-pola asuh tersebut di atas.

  1. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
  2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
  3. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
  4. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.

Nah termasuk yang manakah anak-anak kita? Dari karakteristik-karakteristik tersebut di atas, kita dapat mawas diri, kita masuk dalam kategori pola asuh yang mana. Dan apabila kita memahami pola asuh yang mana yang cenderung kita terapkan, sadar atau tidak sadar, maka kita dapat segera merubahnya.

Juga bisa kita lihat, bahwa harga diri anak yang rendah terutama adalah disebabkan karena pola asuh orang tua yang penelantar. Maka, wahai orang tua sibuk masa kini, mulailah berbenah diri. Sadari bahwa pola asuh kita menentukan bagaimana bentuk pribadi anak kita di masa yang akan datang.

Semoga artikel ini berguna bagi kita semua.

Jakarta, 28 April 2006

Ira Petranto (irapetranto@yahoo.com)



Thursday, July 17, 2008

The Book: "It Takes Only One To Stop The Tango"


1 photo

Book review: “It Takes Only One To Stop The Tango”
By: Ira Petranto

Kasus-kasus menunjukkan bahwa walaupun bentuk perkawinan pasangan zaman kini sudah berubah kearah modernisasi, diantaranya mengutamakan kesetaraan, namun cara mereka mengatasi permasalahannya dalam perkawinan tersebut masih sangat tradisional, diantaranya mengandalkan konsep peran suami dan istri yang tradisional, menuntut kewajiban pasangannya dalam menyelamatkan perkawinan, bahkan menyalahkan pasangan apabila terjadi perselisihan.

Hal ini jelas tidak efektif lagi bahkan tidak sinkron sama sekali. Perlu konsep baru untuk menyelamatkan perkawinan. Dalam perkawinan modern yang ditandai dengan kesetaraan, masing-masing pihak mampu menyelamatkan perkawinannya. Tindakan yang dilakukan oleh satu pihak saja dapat membuat perubahan yang bermakna. “It Takes Only One To Stop The Tango”. Mungkinkah perkawinan bisa diselamatkan oleh satu pihak saja diantara pasangan tersebut? Simak buku ini..

Buku “It Takes Only One To Stop The Tango” adalah sebuah buku tentang pemaparan cara-cara memperkaya perkawinan, mempertahankan perkawinan bahkan apabila pasangan seolah-olah sudah tidak lagi menginginkan perkawinan tersebut.

Buku “It Takes Only One To Stop The Tango” terbit pada bulan November 2006, dan dapat ditemui di toko-toko buku kesayangan anda di Jakarta seperti Kinokuniya, Gramedia, Gunung Agung, atau di tempat-tempat lain seperti Carefour. Atau silahkan menghubungi penerbit Kawan Pustaka.

Location: Jakarta

You Are Your Best and True Companion

You are your best friend
For only you know how to cheer you up
For only you were there when you need someone the most

You are your best partner
For only you who loves you the way you are
unconditionally
For only you who accept yourself like you do
For only you who wouldn't be cheated on yourself

You are your best kids
For only you who can let you be spoiled
be whiny, be spontaneous, be joyful

You are your best boss
For only you who know how to direct you
For only you who can discipline yourself
For only you who knows what you need
No one in this world have the right to amend you
or fire you

You are your best belonging
For only you know how to caress and protect it
So nobody can steal it from you
For it is your best possession

You are your best subordinate
That are very loyal and
diligent when it comes to you

You are your best home
For its the only place you can come to
after your long journey